Universal


Universal | Rasulullah Saw memandang alam ini secara integral, bersahabat dengan alam tanpa merusak alam yang bisa membahayakan keselamatan dunia beserta segala isinya:

Go Green.. menganjurkan umat manusia untuk menghidupkan lahan mati dan menanaminya dengan pepohonan. "Tidaklah seorang muslim menanam pohon kecuali buah yang dimakannya menjadi sedekah, yang dicuri sedekah, yang dimakan binatang buas adalah sedekah, yang dimakan burung adalah sedekah, dan tidak diambil seseorang kecuali menjadi sedekah" (HR Muslim & Ahmad).

Energy Saving.. menganjurkan umat manusia untuk melakukan penghematan energi. Rasulullah Saw melewati Sa'ad sedang berwudhu (dan banyak menggunakan air). Beliau mengkritik, "Mengapa boros wahai Sa'ad?" Sa'ad menjawab, "Apakah ada pemborosan air dalam wudhu?" Rasul menjawab, "Ya, walaupun kamu berada di sungai yang mengalir" (HR Ibnu Majah & Ahmad).


Bolehkah Menampakkan Amal Agar Ditiru ?


Hukum asal dari amal shalih yang dikerjakan orang haruslah dikerjakan dengan sembunyi-sembunyi. Pelakunya menutupinya agar tidak terlihat oleh orang, khawatir tumbuh perasaan riya (berharap pujian dan sanjungan) dalam dirinya. Hanya saja, apabila seorang muslim menginginkan agar amal baiknya tersebut diikuti dan dicontoh orang maka ia boleh menampakkan amal tersebut dengan syarat ia sungguh-sungguh menundukkan jiwanya, karena syetan pasti akan berusaha memasukkan riya ke dalamnya. Walaupun boleh kedua-duanya, namun menyembunyikan amal shalih itu akan lebih ikhlas.

"Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (alQur’an | 2 : 271)

Berdakwah Dengan Akhlak

Seorang imam masjid di London biasa naik bus untuk bepergian. Kadang-kadang ia membayar ongkosnya langsung pada sopir bus (bukan kondektur). Suatu kali ia membayar ongkos bus, lalu segera duduk setelah menerima kembalian dari sopir.

Setelah dia hitung, ternyata uang kembalian dari sopir ada kelebihan 20 sen. Ada niatan sang imam untuk mengembalikan sisa kembaliannya itu karena memang bukan haknya. Namun terlintas pula dalam benaknya untuk tidak mengembalikannya, toh hanya uang receh yg tak begitu bernilai. Umumnya orang juga tak ambil pusing dalam hal begini. Lagi pula, berapa sen pula yang didapat sang sopir karena sisa pembayaran penumpang yang tidak dikembalikan oleh kebanyakan sopir karena hanya receh, artinya sopir tidak rugi kalau ia tidak mengembalikan receh 20 sen itu.

Bus berhenti di halte pemberhentian sang imam. Tiba-tiba sang imam berhenti sejenak sebelum keluar dari bus, sembari menyerahkan uang 20 sen kpd sopir dan berkata,"ini uang Anda, kembalian Anda ada kelebihan 20 sen yg bukan hak saya".

Sang sopir mengambilnya dengan tersenyum dan berkata, "Bukankah Anda imam baru d kota ini? Saya sudah lama berpikir untuk mendatangi Masjid Anda demi mengenal lebih jauh tentang Islam, maka sengaja saya menguji Anda dengan kelebihan uang kembalian tersebut. Saya ingin tahu sikap Anda".

Saat sang imam turun dari bus, kedua lututnya terasa lemas dan hampir jatuh ke tanah, hingga ia berpegangan pada tiang yang dekat dengannya dan bersandar. Pandangannya menatap ke langit dan berkata, "Ya ALLAH, hampir saja saya menjual Islam hanya dengan 20 sen saja".

Gaya Hidup Sederhana Nabi Muhammad Saw



Orang yang menganut gaya hidup sederhana ada dua macam. Pertama, orang miskin yang memang memiliki kemampuan finansial terbatas. Umumnya, kemiskinan yang mereka derita bukan karena kemauan sendiri tetapi karena keterpaksaan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan (skill), lemahnya pendidikan, dan sedikitnya pilihan dan kesempatan. Orang miskin otomatis harus hidup sederhana dan apa adanya karena itulah satu-satunya cara yang harus dia lakukan. Namun demikian, belum tentu mereka akan tetap hidup sederhana seperti itu ketika suatu hari mereka menjadi orang yang kaya dan memiliki sarana untuk hidup mewah. Ini adalah kecenderungan kebanyakan orang miskin di dunia. Mereka hidup sederhana karena memang miskin dan tidak memiliki sarana untuk hidup mewah. Di antara mereka ada yang cukup mensyukuri hidupnya dan tawakal dengan apa yang diterima. Namun tidak sedikit yang selalu mengeluh dan merasa tidak puas atas keadaan yang mereka anggap kurang nyaman.

Kedua, orang yang secara finansial berkecukupan, bahkan termasuk kaya raya, namun ia memilih untuk tidak hidup berfoya-foya dan bergelimang kemewahan walaupun mereka mampu melakukan itu. Bagi kelompok ini, kekayaan hanyalah buah dari kerja keras dan tidak harus dihambur-hamburkan untuk kepentingan dan kemegahan pribadi. Mereka lebih suka memanfaatkan kelebihan materi yang dimiliki untuk membantu sebanyak mungkin orang yang membutuhkannya. Orang seperti ini ada walaupun tidak banyak.

Karena, kebanyakan manusia akan memanfaatkan kekayaan berlimpah yang dimiliki untuk kemegahan pribadi yang dapat ditandai dengan kepemilikan benda-benda yang dianggap mewah sebagai simbol status sosial. Seperti mobil, rumah, perabot rumah tangga, dan atribut yang dipakai semua harus mewah dan sesuai dengan standar kalangan sosialita modern. Sekedar contoh kecil, banyak kalangan hartawan kita yang memiliki jam tangan seharga 1 milyar, tas tangan wanita seharga 100 juta, dan seterusnya. Ironisnya, sebagian ulama kaya yang senang dipanggil dengan sebutan kehormatan seperti Ustadz, Kyai, Abuya, dan Tuan Guru, tak segan-segan mengikuti gaya hidup hedonis ini.

Seperti disebutkan di muka, orang kaya yang hidup sederhana itu ada walaupun sedikit. Di antara yang sedikit itu tersebut nama-nama seperti Azim Premji, seorang muslim asal India. Dia menempati peringkat nomor 61 sebagai individu terkaya sedunia versi Majalah Forbes edisi 2014 dengan kekayaan senilai USD 15 miliar atau sekitar Rp. 150 triliun rupiah. Dengan kekayaan sebesar itu, dia tetap hidup sederhana. Kekayaannya dibuatnya untuk membantu pendidikan siswa miskin. Dia mendirikan yayasan beasiswa dengan nama Azim Premji Foundation yang sejak berdirinya pada tahun 2001 telah membiayai pendidikan lebih dari 2,5 juta siswa di seluruh India.

Ketiga, figur yang sebenarnya memiliki kesempatan untuk kaya dengan cara yang halal, tapi ia dengan sengaja meninggalkan kesenangan duniawi dan memilih menjadi miskin dan hidup sederhana dan pas-pasan. Rasulullah termasuk dalam kategori ini. Rasulullah memiliki kemampuan, kesempatan dan kekuasaan untuk menjadi kaya raya. Sebagai Rasul dan sekaligus kepala negara, beliau selalu mendapatkan harta berlimpah dari berbagai arah. Dari rampasan perang, dan berbagai hadiah yang diterimanya dari berbagai pihak baik dari umat Islam maupun dari raja-raja non-muslim. Namun, Nabi selalu membagi setiap hadiah atau harta yang diterimanya pada orang lain dan hanya menyisakan bagian sangat sedikit untuk Nabi dan keluarganya.

Kemiskinan dan kesederhanaan hidup yang dipilih sekaligus kedermawanan Nabi dapat dilihat dalam sejumlah riwayat hadits berikut:

Nabi Hanya Memiliki Satu Mantel
Jubair bin Muth’im bertutur, ketika ia bersama Rasulullah saw, tiba-tiba orang-orang mencegat beliau dan meminta dengan setengah memaksa sampai-sampai beliau disudutkan ke sebuah pohon berduri. Tiba-tiba salah seorang dari mereka mengambil mantelnya. Rasulullah saw berhenti sejenak dan berseru, ”Berilah mantelku ini! Itu untuk menutup auratku. Seandainya aku mempunyai mantel banyak (lebih dari satu), tentu akan kubagikan pada kalian (HR Bukhari)

Bersedekah Sampai Harta Habis
Umar bin Khattab bercerita: Suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta, Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya.” Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullah janganlah memberi diluar batas kemampuanmu.” Rasulullah saw tidak menyukai perkataan Umar tadi. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari Anshar sambil berkata, “Ya Rasulullah, jangan takut, terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan.” Mendengar ucapan laki-laki tadi, Rasulullah tersenyum, lalu beliau berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku” (HR Turmudzi).

Ummu Salamah, istri Rasulullah saw bercerita: Suatu hari Rasulullah saw masuk ke rumahku dengan muka pucat. Aku khawatir beliau sedang sakit. “Ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begini?” tanyaku. Rasulullah menjawab,”Aku pucat begini bukan karena sakit, melainkan karena aku ingat uang tujuh dinar yang kita dapat kemarin sampai sore ini masih berada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya” (HR Al Haitsami)

Memberi dari Harta Hadiah yang Disukai
Sahl bin Sa’ad bertutur: Suatu hari datang seorang perempuan menghadiahkan kepada Nabi saw sepotong syamlah yang ujungnya ditenun (syamlah adalah baju lapang yang menutup seluruh badan). Perempuan itu berkata, “Ya Rasulullah, akulah yang menenun syamlah ini dan aku hendak menghadiahkan kepada Engkau.” Rasulullah saw pun sangat menyukainya. Beliau langsung mengambil dan memakainya dengan sangat gembira dan berterima kasih kepada wanita itu. Rasulullah saw betul-betul sangat membutuhkan dan menyukai syamlah tersebut.

Tidak lama setelah wanita itu pergi, tiba-tiba datang seorang laki-laki meminta syamlah tersebut. Rasulullah pun memberikannya. Para sahabat yang lain lalu mengecam laki-laki tersebut. Mereka berkata, “Hai Fulan, Rasulullah saw sangat menyukai syamlah tersebut, mengapa kau memintanya? Kau kan tahu Rasulullah tidak pernah tidak memberi kalau diminta?” Laki-laki itu menjawab, “Aku memintanya bukan untuk dipakai sebagai baju, melainkan untuk kain kafanku nanti kalau aku meninggal”. Tidak lama kemudian, laki-laki itu meninggal dan syamlah tersebut menjadi kain kafannya. (HR Bukhari)

Diikuti Abu Bakar, Umar dan Ali
Sikap Rasulullah yang lebih memilih hidup miskin, walaupun mampu untuk hidup kaya secara halal, ditiru oleh sejumlah Sahabat, antara lain Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib.

Pada saat Rasulullah mengumumkan agar kaum Muslimin menyumbangkan harta mereka untuk dana perang Tabuk, Abu Bakar membawa seluruh hartanya kepada Rasulullah. Sejak saat itu Abu Bakar menjadi orang yang hidup dengan sangat sederhana. Kesederhanaan itu terus terjadi kendatipun dia menjadi Khalifah pertama setelah Rasulullah wafat.

Umar bin Khattab juga memilih hidup sederhana dan apa adanya walaupun saat dia menjadi Khalifah kedua telah menjadi kepala negara yang luas dan disegani. Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.

Sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah sosok yang memang berasal dari keluarga miskin dan sederhana sejak masa mudanya. Dan kesederhanaan itu tetap menjadi pilihannya walaupun di kemudian hari dia terpilih menjadi Khalifah Islam keempat yang kekuasaannya meliputi banyak kawasan luas dan kaya melebihi kekuasaan Umar bin Khattab.

Pelajaran yang dapat Diambil
Manusia dianjurkan oleh Islam untuk belajar rajin selagi muda dan bekerja keras ketika dewasa. Dengan kerja keras sebagian orang akan dapat memenuhi kebutuhannya walaupun dengan sederhana dan pas-pasan. Dalam situasi seperti ini, langkah terbaik adalah dengan tawakal dan ungkapan syukur atas setiap rezeki yang diperoleh. Sebagian lagi dapat memetik hasil kerja kerasnya dalam bentuk gelimang harta yang berlimpah. Ini merupakan ujian. Dan sikap terbaik dalam situasi ini adalah tetap menjaga pola hidup sederhana dan memilih gaya hidup sederhana sebagai pilihan terbaik untuk mengasah kepedulian pada sesama dan mengerem nafsu konsumtif dan pola hidup mewah yang dilarang agama.


Melihat Wajah ALLAH Yang Mulia



Salah satu kenikmatan yang disediakan ALLAH ta’ala bagi orang mukmin di dalam surga adalah mereka dapat memandang wajah ALLAH yang mulia. ALLAH Ta’ala berfirman,
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya” (Al Qur'an | Yunus: 26)

Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, “Bagi mereka yang baik dalam beribadah kepada ALLAH adalah husna, yaitu mendapat balasan surga, juga mendapat ziyadah yaitu melihat wajah ALLAH yang mulia dan mendengar ALLAH Ta’ala berbicara, mendapatkan ridho-Nya serta meraih kegembiraan dengan berada di dekat ALLAH.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal 339)

Dalam ayat lain ALLAH Ta’ala juga berfirman,
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat” (Al Qur'an | Al Qiyaamah [75] : 22 - 23)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya terhadap ayat di atas menjelaskan, “Orang mukmin akan melihat Rabbnya secara nyata dengan mata kepala mereka, hal ini sebagaimana terdapat dalam hadist riwayat Bukhari rahimahullah, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan mata kalian sendiri” (HR Bukhari no 485)

Dan telah jelas bahwa orang mukmin akan melihat Rabbnya kelak di akhirat dalam hadist shohih yang mutawatir yang tidak mungkin lagi tertolak dari Abu Sa’id ra dan Abu Hurairah ra, seseorang bertanya, ‘Yaa Rasulullah, apakah kami akan melihat Rabb kami di hari kiamat kelak? Rasulullah menjawab, ‘Apakah membahayakan kalian ketika kalian melihat matahari dan bulan? Ia menjawab,’Tidak’. ‘Demikianlah kalian akan melihat Rabb kalian”

Dari Jarir bin Abdillah al-Bajali ra, beliau berkata, “Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa salam saat beliau melihat bulan di malam badar, Beliau shalallhu’alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat bulan ini, tidak membahayakan kalian saat melihatnya. Jika kalian mampu untuk tidak meninggalkan shalat sebelum terbit dan terbenamnya matahari maka lakukanlah” (HR Bukhari no 554 dan Muslim no 632)

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa salam membaca ayat, “Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya” (Al Qur'an | Thaha : 130)

Kenikmatan Terbesar Di Surga
Dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga, ALLAH ta’ala berfirman: “Apakah kalian mau tambahan nikmat (dari kenikmatan surga yang telah kalian peroleh)? Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Dan Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka? Kemudian ALLAH singkap hijab (penutup wajahNya yang mulia), dan mereka mengatakan, “Tidak ada satupun kenikmatan yang lebih kami cintai dari memandang wajah ALLAH Ta’ala” (HR Muslim no 181)