Kasih
sayang orang tua manakah yang melebihi kasih sayang Rasulullah Muhammad SAW
kepada Fatimah RA putrinya. Fatimah RA adalah putri kesayangan Rasulullah SAW..
Ali
RA pernah berkisah kepada murid-muridnya tentang Fatimah, putri kesayangan
Rasulullah SAW. “Fatimah biasa mengolah gandum sendiri sehingga kulit tangannya
menjadi tebal. Dia bawakan air untuk
keperluan rumah tangga nya dengan sebuah kantong kulit sehingga meninggalkan
bekas-bekas di kulit nya. Dia bersihkan
sendiri rumahnya sehingga menjadi kotor pakaian nya."
Ketika
mendengar para tawanan perang dibawa ke Madinah, aku berkata kepadanya,
'Pergilah kepada Rasulullah dan mintalah pelayan untuk membantumu di dalam
pekerjaan rumah tangga.' Dia pun pergi kepada Rasulullah, tetapi menemukan
sedang banyak orang di sekelilingnya.
Karena sangat sopan dan rendah hati, Fatimah merasa berat untuk memohon
kepada Rasulullah di hadapan orang lain.”
Keesokan
harinya Rasulullah datang ke rumah kami dan berkata: “Fatimah, apa yang menyebabkan engkau datang
menemuiku kemarin?” Fatimah merasa malu
dan tetap diam. aku berkata “Ya Rasulullah, kulit Fatimah menjadi tebal dan
berbekas karena mengolah gandum dan mengambil air. Dia selalu sibuk membersihkan rumah sehingga
pakaiannya selalu kotor. Saya informasikan kepadanya tentang tawanan perang dan
menyarankannya menemuimu untuk meminta seorang pelayan.”
Rasulullah
menjawab, “Fatimah, takutlah kepada ALLAH!
Bertakwalah dan ketika pergi tidur hendaklah kau baca Subhaanallah 33
kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34 kali. Kau akan merasakan bahwa ini akan lebih membantumu
daripada seorang pelayan." Fatimah
berkata, “Saya bersama ALLAH dan
Rasul-Nya.”
Adalah
Rasulullah SAW sendiri yang memberikan teladan dengan selalu ringan tangan
membantu anggota keluarganya. Pantaslah
jika Fatimah RA menurutinya.
Fatimah
binti Muhammad telah mengisi seluruh lembaran hidupnya dengan bekerja
keras. Bayangkan saja, di dalam satu
waktu, Fatimah sanggup mengolah tepung dengan tangannya, sambil kakinya membuai
Husain, mulutnya membaca Al Qur'an, dan matanya menangis karena takut kepada
ALLAH. Seandainya hidupnya lebih panjang, dan ada peluang untuk melakukan lebih
banyak pekerjaan, niscaya akan dihadapinya dengan tegar dan ceria.
Ali
RA suaminya pun seorang pekerja keras yang tidak pernah memilih-milih
pekerjaan. Pernah suatu ketika ia
terpaksa membantu seorang wanita tua mengangkat 16 ember, demi mendapatkan 1
butir korma untuk setiap embernya, hingga tangannya bengkak-bengkak. Ketika ditunjukkan hasil pekerjaannya kepada
Rasulullah SAW, beliaupun tersenyum, menunjukkan keridhaannya dengan ikut
memakan kurma hasil pekerjaannya itu.
Fatimah
juga disebut al-Battul yang berarti memisahkan, karena kenyataannya ia memang
terpisah atau berbeda dari wanita-wanita lain sesamanya, baik dari segi
keutamaan, agama dan kecantikan nya. Ada yang mengatakan, karena ia memisahkan
diri dari keduniaan untuk mendekat kepada ALLAH.
Fatimah
Az-Zahra sangat terkenal di dunia Islam, karena hidup paling dekat dan paling
lama bersama Nabi Muhammad SAW. Dari dialah keturunan Nabi Muhammad berkembang
yang tersebar di hampir semua negeri Islam. Fatimah dinikahkan dengan Ali bin
bi Thalib. Banyak yang ingin menikahinya kala itu. Maklum saja, selain rupawan,
ia adalah perempuan terhormat, anak Rasulullah SAW.
Sementara
itu, Ali tidak berani melamar Fatimah karena kemiskinannya. Namun Nabi Muhammad
SAW mendorongnya dengan memberi bantuan sekadarnya untuk persiapan rumah tangga
mereka. Maskawinnya sebesar 500 dirham (10 gram emas), sebagian diperolehnya
dengan menjual baju besinya. Nabi Muhammad SAW memilih Ali sebagai suami
Fatimah karena ia adalah anggota keluarga yang sangat arif dan terpelajar, di
samping merupakan orang pertama yang memeluk Islam. Dari perkawinan Fatimah dan
Ali, lahirlah Hasan dan Husein. Keduanya terkenal sebagai tokoh yang meninggal
terbunuh di Karbala.
Kehidupan
rumah tangga Fatimah sangatlah sederhana, bahkan sering juga kekurangan.
Beberapa kali ia harus menggadaikan barang-barang keperluan rumah tangga mereka
untuk membeli makanan, sampai-sampai kerudung Fatimah pernah digadaikan kepada
seorang Yahudi Madinah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun
demikian, mereka tetap bahagia, lestari sebagai suami istri sampai akhir hayat.
Fatimah
adalah putri kesayangan Rasulullah SAW. Suatu waktu Nabi Muhammad SAW pernah
mengatakan kepada Ali, ”Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya
berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira, maka ia telah
membahagiakanku.”
Memang
Nabi Muhammad SAW sangat sayang kepada Fatimah RA. Sewaktu Nabi Muhammad SAW
sakit keras menjelang wafatnya, Fatimah RA tiada hentinya menangis.
Nabi
Muhammad SAW memanggilnya dan berbisik kepadanya, tangisannya semakin
bertambah, lalu Rasulullah SAW berbisik lagi dan dia pun tersenyum. Kemudian
hal tersebut ditanyakan orang kepada Fatimah RA, dan dia menjawab bahwa dia
menagis karena ayahnya memberitahukan kepadanya bahwa tak lama lagi sang ayah
akan meninggal, tapi dia tersenyum karena seperti kata ayahnya, dialah yang
pertama akan menjumpainya di akhirat nanti.
Merasa
ajal sudah dekat, dia membersihkan dirinya, memakai pakaian yang terbaik,
memakai wewangian dibantu oleh iparnya, Asma bin Abi Thalib. Dia meninggal
dengan satu pesan; hanya Ali, suaminya, yang boleh menyentuh tubuhnya.” Fatimah
adalah seorang wanita yang agung, seorang ahli hukum Islam. Dia adalah tokoh
wanita dalam bidang kemasyarakatan, orangnya sangat sabar dan bersahaja, dan
akhlaknya sangat mulia.
Fatimah
RA meninggal tak sampai selang setahun dari ayahnya. Diriwayatkan dari Aisyah
RA, ”Fatimah wafat setelah enam bulan ayahnya, Rasulullah SAW, tepatnya pada
hari Selasa bulan Ramadlan tahun 11 Hijriyah. Fatimah RA wafat dalam usia 28
tahun.
Lahirnya
Fatimah Az-Zahra RA merupakan rahmat yg dilimpahkan ALLAH kepada Nabi Muhammad
SAW. Ia telah menjadi wadah suatu keturunan yg suci. Ia laksana benih yang akan
menumbuhkan pohon besar pelanjut keturunan Rasul ALLAH. Ia satu-satunya yg
menjadi sumber keturunan paling mulia yang dikenal umat Islam di seluruh dunia.
Dalam
keadaan masih kanak-kanak Fatimah Az-Zahra RA sudah harus mengalami penderitaan
merasakan kehausan dan kelaparan. Ia berkenalan dgn pahit getirnya perjuangan
menegakkan kebenaran dan keadilan. Lebih dari tiga tahun ia bersama Ayah
Bundanya hidup menderita di dalam Syi’ib akibat pemboikotan orang-orang kafir
Quraisy terhadap keluarga Bani Hasyim.
Setelah
bebas dari penderitaan jasmaniah selama di Syi’ib datang pula pukulan batin
atas diri Fatimah RA berupa wafatnya ibunda tercinta Sitti Khadijah RA. Kabut
sedih selalu menutupi kecerahan hidup sehari-hari dengan putusnya sumber
kecintaan dan kasih sayang ibu.
Puteri
Kesayangan
Rasulullah
SAW sangat mencintai puterinya. Fatimah Az-Zahra RA adalah puteri bungsu yang
paling disayang dan dikasihani junjungan kita Rasulullah SAW. Nabi Muhammad
SAW merasa tak ada seorang pun di dunia yang paling berkenan di hati Beliau dan
yang paling dekat disisinya selain puteri bungsunya itu. Demikian besar rasa
cinta Rasulullah SAW kepada puteri bungsunya itu dibuktikan dgn hadits yg
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Menurut hadits tersebut Rasulullah SAW berkata
kepada Ali RA:
”Fatimah
adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku, siapa yang
membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakanku”
Setelah
ibunya wafat Fatimah Az-Zahra RA hidup bersama Ayahandanya. Satu-satunya orang
yg paling dicintai. Dialah yg meringankan penderitaan Rasulullah SAW tatkala
ditinggal wafat isteri beliau Sitti Khadijah. Pada satu hari Fatimah RA
menyaksikan Ayahnya pulang dengan kepala dan tubuh penuh pasir yang baru saja
dilemparkan oleh orang-orang Quraisy disaat Ayahandanya itu sedang sujud. Dengan
hati remuk-redam laksana disayat sembilu Fatimah RA segera membersihkan kepala dan tubuh
Ayahandanya. Kemudian diambilnya air guna mencucinya. Ia menangis tersedu-sedu
menyaksikan kekejaman orang-orang Quraisy terhadap Ayahnya.
Kesedihan
hati puterinya itu dirasakan benar oleh Nabi Muhammad SAW. Guna menguatkan
hati puterinya dan meringankan rasa sedihnya maka Nabi Muhammad SAW sambil
membelai-belai kepala puteri bungsunya itu berkata: “Jangan menangis.. ALLAH
melindungi Ayahmu dan akan memenangkannya dari musuh-musuh agama dan
risalah-Nya”
Pada
ketika lainnya Fatimah RA menyaksikan Ayahandanya pulang dengan tubuh penuh
dengan kotoran kulit janin unta yang baru dilahirkan. Yang melemparkan kotoran
atau najis ke punggung Rasulullah SAW itu adalah Uqbah bin Mu’aith Ubaiy bin
Khalaf dan Umayyah bin Khalaf. Melihat Ayahandanya berlumuran najis Sitti
Fatimah r.a. segera membersihkannya dgn air sambil menangis.
Fatimah
Az-Zahra RA mencapai puncak keremajaannya dan kecantikannya pada saat risalah
yg dibawakan Nabi Muhammad SAW sudah maju dengan pesat di Madinah dan
sekitarnya. Ketika itu Fatimah RA benar-benar telah menjadi remaja puteri.
Keelokan
parasnya banyak menarik perhatian. Tidak sedikit pria terhormat yg
menggantungkan harapan ingin mempersunting puteri Rasulullah SAW.
Selama
satu bulan setelah pernikahan Fatimah RA masih tetap di rumahnya yang lama. Ali
RA merasa malu untuk menyatakan keinginan kepada Rasulullah SAW supaya puteri
Beliau itu diperkenankan pindah ke rumah baru. Ternyata Beliau menyambut
gembira keinginan Ali RA.
Ali
RA mempersiapkan tempat kediamannya dengan perkakas yang sederhana dan mudah
didapat. Lantai rumahnya ditaburi pasir halus. Dari dinding ke dinding lain
dipancangkan sebatang kayu utk menggantungkan pakaian. Untuk duduk-duduk
disediakan beberapa lembar kulit kambing dan sebuah bantal kulit berisi ijuk
kurma. Itulah rumah kediaman Ali RA yang disiapkan guna menanti kedatangan
isterinya Fatimah Az-Zahra RA.
Fatimah
RA dengan perasaan bahagia pindah ke rumah suaminya yang sangat sederhana itu.
Selama ini ia telah menerima pelajaran cukup dari Ayahandanya tentang apa
artinya kehidupan ini. Rasulullah SAW telah mendidiknya bahwa kemanusiaan itu
adalah intisari kehidupan yg paling berharga. Ia juga telah diajarkan bahwa
kebahagiaan rumah tangga yang ditegakkan di atas fondasi akhlaq utama dan
nilai-nilai Islam jauh lebih agung dan lebih mulia dibanding dengan perkakas
rumah yg serba megah dan mewah.
Sitti
Fatimah RA menepung gandum dan memutar gilingan dgn tangan sendiri. Ia membuat
roti, menyapu lantai dan mencuci. Hampir tak ada pekerjaan rumah tangga yang
tidak ditangani dgn tenaga sendiri. Rasulullah SAW sendiri sering menyaksikan
puterinya sedang bekerja bercucuran keringat. Bahkan tidak jarang beliau
bersama Ali RA ikut menyingsingkan lengan baju membantu pekerjaan Fatimah RA.
Banyak
sekali riwayat yg melukiskan betapa beratnya kehidupan rumah tangga Ali RA.
Sebuah riwayat mengemukakan: Pada suatu hari Rasulullah SAW berkunjung ke
tempat kediaman Fatimah RA Waktu itu puteri Beliau sedang menggiling tepung
sambil belinang air mata. Baju yang dikenakannya kain kasar. Menyaksikan
puterinya menangis Rasulullah SAW ikut berlinang air mata. Tak lama kemudian
Beliau menghibur puterinya: “Fatimah terimalah kepahitan dunia untuk memperoleh
kenikmatan di akhirat kelak”
Riwayat
lain mengatakan bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW datang menjenguk Fatimah
RA pada saat ia bersama suaminya sedang bekerja menggiling tepung. Beliau terus
bertanya: “Siapakah di antara kalian berdua yg akan kugantikan?”
“Fatimah”
Jawab Ali RA. Sitti Fatimah lalu berhenti diganti oleh Ayahandanya menggiling
tepung bersama Ali RA.
Masih
banyak catatan sejarah yg melukiskan betapa beratnya penghidupan dan kehidupan
rumah tangga Ali RA Semuanya itu hanya menggambarkan betapa besarnya
kesanggupan Fatimah RA dalam menunaikan tugas hidupnya yg penuh bakti kepada
suami, taqwa kepada ALLAH dan setia kepada Rasul-Nya.
Ada
sebuah riwayat lain yang menuturkan betapa repotnya Fatimah RA sehari-hari
mengurus kehidupan rumah-tangganya. Riwayat itu menyatakan sebagai berikut:
Pada
satu hari Rasulullah SAW bersama sejumlah sahabat berada dalam masjid menunggu
kedatangan Bilal bin Rabbah yg akan mengumandangkan adzan sebagaimana biasa
dilakukan sehari-hari. Ketika Bilal terlambat datang oleh Rasulullah SAW
ditegur dan ditanya apa sebabnya. Bilal menjelaskan: “Aku baru saja datang
dari rumah Fatimah. Ia sedang menggiling tepung. Al Hasan puteranya yg masih
bayi diletakkan dalam keadaan menangis keras. Kukatakan kepadanya “Manakah yg
lebih baik aku menolong anakmu itu ataukah aku saja yg menggiling tepung”. Ia
menyahut: “Aku kasihan kepada anakku”. Gilingan itu segera kuambil lalu aku
menggiling gandum. Itulah yg membuatku datang terlambat"
Mendengar
keterangan Bilal itu Rasulullah SAW berkata: "Engkau mengasihani dia dan
ALLAH mengasihani dirimu.."
Ini
gambaran betapa sederhananya kehidupan pemimpin-pemimpin Islam pada masa itu.
Itu merupakan contoh kehidupan masyarakat yg dibangun oleh Islam dgn prinsip
ajaran keluhuran akhlaq. Itupun merupakan pencerminan kaidah-kaidah agama
Islam yg diletakkan utk mengatur kehidupan rumah tangga.
Inilah
teladan hidup sederhana yang indah dari teladan yg diberikan oleh keluarga
Rasulullah SAW. Padahal jika mau hidup berlebih-lebihan tentunya Rasulullah SAW
sendiri bisa mengehendaki kekayaan dan kemewahan, apa yang tidak akan dapat
diperoleh beliau?
Tetapi
sebagai seorang pemimpin harus menjadi teladan sebagai seorang yang menyerukan
prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan serta persamaan sebagai manusia yang
hidup menolak kemewahan duniawi, Beliau hanya mengehendaki supaya
ajaran-ajarannya benar-benar terpadu dengan akhlaq dan cara hidup ummatnya..
SubhanALLAH