Suatu hari, Fatimah az-Zahra ra datang
menemui Rasulullah SAW dan menanyakan tentang sosok perempuan yang menjadi
calon penghuni surga. Melihat kedatangan Fatimah, Rasul pun menyambutnya dengan
gembira. “Ada apakah gerangan putriku sehingga datang menemuiku?” tanya Rasul
SAW. “Wahai ayahanda, siapakah calon penghuni surga?” tanya Fatimah. Sambil
tersenyum, Rasul menjawab, “Calon penghuni surga itu adalah Mutiah.”
Mendengar jawaban Rasul itu, Fatimah pun
sedih. Namun, Rasul segera menghiburnya dan mengabarkan bahwa putrinya itu akan
selalu bersamanya di surga nanti. Mendengar hal itu, bergembiralah Fatimah.
Namun, ia penasaran dengan jawaban Rasulullah SAW tentang Mutiah yang akan
menjadi calon penghuni surga. Gerangan apakah yang membuat Mutiah layak
mendapatkan kehormatan itu.
Suatu hari, Fatimah bersama Hasan, putranya,
datang berkunjung ke rumah Mutiah. Dari balik pintu, Fatimah memberi salam dan
dijawab oleh Mutiah. Lalu, Mutiah bertanya, “Siapakah itu?” Fatimah menjawab;
“Saya, Fatimah bersama anak saya, Hasan.” Mendengar hal itu, Mutiah pun senang.
“Alangkah senangnya menerima kedatangan putri dari seorang yang mulia,” jawab
Mutiah. “Tapi mohon maaf, bisakah Anda datang besok karena saya belum dapat
izin dari suami saya untuk menerima Hasan,” tambah Mutiah.
Dengan heran, Fatimah pun bertanya,
“Bukankah Hasan anak kecil?” “Iya, tapi dia laki-laki dan saya belum dapat izin
dari suami,” kata Mutiah. Atas hal itu, Fatimah pun memakluminya dan berjanji
akan datang besok pagi.
Keesokan harinya, Fatimah datang lagi ke
rumah Mutiah. Kali ini, dia bersama Hasan dan Husein. Namun, jawaban yang sama
disampaikan Mutiah karena dia hanya mendapatkan izin untuk menerima Fatimah dan
Hasan, tapi tidak untuk Husein. Lalu, Fatimah kembali pulang ke rumahnya dan
berjanji akan datang lagi besok.
Esok harinya, Fatimah datang lagi bersama
Hasan dan Husein. Setelah memberi salam dan menyampaikan kedatangannya bersama
kedua anaknya, Mutiah pun menyambutnya dengan penuh gembira. Mutiah
menyampaikan permohonan maaf atas sikapnya dua hari terakhir yang menolak
kedatangan Fatimah ke rumahnya disebabkan belum adanya izin dari sang suami.
Atas hal ini, Fatimah pun memakluminya.
Selama di rumah Mutiah, Fatimah tak
menemukan suatu ibadah yang menunjukkan Mutiah layak mendapat kehormatan
sebagai calon penghuni surga. Fatimah melihat sebuah cambuk di atas meja. Ia
pun menanyakan hal itu kepada Mutiah. “Cambuk itu selalu aku letakkan di sisi
suamiku,” ujar Mutiah. “Apakah suami suka memukulmu?” tanya Fatimah.
Mutiah menjawab bahwa suaminya adalah
seseorang yang sangat sayang kepada dirinya. Lalu, mengapa cambuk itu diberikan
kepada suaminya? “Saya memberikan cambuk itu padanya agar apabila dia melihat
sesuatu yang salah dan kurang dari pelayanan yang kuberikan, dia bisa
memukulku. Alhamdulillah, selama ini suamiku belum pernah mempergunakannya untuk
mencambuk diriku,” jawab Mutiah.
Fatimah pun kagum akan kesetiaan dan
kehormatan yang senantiasa dijaga oleh Mutiah bila suaminya sedang tidak berada
di rumah. Karena itu, pantaslah Mutiah mendapat predikat calon penghuni surga.
Wallahu a’lam.