Apa
rahasia dan hikmah dibalik takdir ALLAH SWT menetapkan bahwa Nabi dan Rasul
terakhir yang risalahnya berlaku untuk seluruh umat manusia, harus beruwujud
seorang Arab, yakni berbangsa dan juga berbahasa Arab. Kenapa bukan orang Eropa
saja, atau Asia, atau Afrika?
Kenapa
ALLAH SWT memilih untuk menurunkan risalah abadi dan universal itu di tanah
Arab? Memangnya apa keistimewaan Jazirah Arabia itu?
Pernyataan
ini memunculkan rasa ingin tahu, mengingat saat ini negeri Arab justru menjadi
pusat konflik bersenjata international. Negeri yang tidak pernah sepi dari
huru-hara dan kerusuhan. Kalau kita kaitkan dengan visi misi Islam yang salah
satunya adalah rahmatan llil-alamin, rasanya seperti kehilangan makna.
Seperi
yang ditulis oleh Dr. Said Ramadhan Al-Buthi dan beberapa ulama lainnya,
menegaskan bahwa turunnya Islam pertama di negeri Arab bukan sekedar kebetulan.
Juga bukan semata karena di sana ada tokoh paling jahat semacam Abu Jahal cs. Namun
ada sekian banyak skenario samawi yang akhir-akhir ini mulai terkuak. Kita di
zaman sekarang ini akan menyaksikan betapa rapi rencana besar dan strategi
ALLAH SWT jangka panjang, sehingga pilihan untuk menurunkan risalah
terakhir-Nya memang negeri Arabia.
Apa
yang disebutkan Al-Buthi itu benar. Negeri Arab yang meski tandus, tidak ada
pohon dan air, namun negeri ini menyimpan banyak alasan untuk mendapatkan
kehormatan itu. Ada beberapa alasan rabbani dan hikmah, di antaranya:
1.
Di Jazirah Arab Ada Rumah Ibadah Pertama
Tanah
Syam (Palestina) merupakan negeri para Nabi dan Rasul. Hampir semua Nabi pernah
ada di tanah itu. Sehingga hampir semua agama dilahirkan di tanah ini. Yahudi
dan Nasrani adalah dua agama besar dalam sejarah manusia yang dilahirkan di
negeri Syam.
Namun
sesungguhnya rumah ibadah pertama di muka bumi justru tidak di Syam, melainkan
di Jazirah Arabia. Yaitu dengan dibangunnya rumah ALLAH (Baitullah) yang
pertama kali di tengah gurun pasir jazirah arabia.
Rumah
ibadah pertama itu menurut riwayat dibangun jauh sebelum adanya peradaban
manusia. Adalah para malaikat yang turun ke muka bumi atas izin ALLAH untuk
membangunnya. Lalu mereka bertawaf di sekeliling ka’bah itu sebagai upaya
pertama menjadikan rumah itu sebagai pusat peribadatan umat manusia hingga hari
kiamat menjelang.
Ketika
Adam AS diturunkan ke muka bumi, beliau diturunkan di negeri yang sekarang
dikenal dengan India. Sedangkan isterinya diturunkan di dekat ka’bah. Lalu atas
izin ALLAH keduanya dipertemukan di Jabal Rahmah, beberapa kilometer dari
tempat dibangunnya ka’bah.
Maka
jadilah wilayah sekitar ka’bah itu sebagai tempat tinggal mereka dan ka’bah
sebagai tempat pusat peribadatan umat manusia. Dan di situlah seluruh umat
manusia berasal dan di tempat itu pula manusia sejak dini sudah mengenal sebuah
rumah ibadah.
Hal
ini sesuai dengan firman ALLAH SWT:
“Sesungguhnya
rumah yang pertama dibangun untuk manusia beribadah adalah rumah yang di Bakkah
(Makkah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi manusia” (QS. Ali Imran: 96)
2.
Jazirah Arabia Adalah Posisi Strategis
Bila
kita cermati peta dunia, kita akan mendapati adanya banyak benua yang menjadi
titik pusat peradaban manusia. Dan Jazirah Arabia terletak di antara tiga benua
besar yang sepanjang sejarah menjadi pusat peradaban manusia.
Sejak
masa Rasulullah SAW, posisi jazirah arabia adalah posisi yang strategis dan
tepat berada di tengah-tengah dari pusat peradaban dunia.
Bahkan
di masa itu, bangsa Arab mengenal dua jenis mata uang sekaligus, yaitu dinar
dan dirham. Dinar adalah jenis mata uang emas yang berlaku di Barat yaitu
Romawi dan Yunani. Dan Dirham adalah mata uang perak yang dikenal di negeri
timur seperti Persia. Dalam literatur fiqih Islam, baik dinar maupun dirham
sama-sama diakui dan dipakai sebagai mata uang yang berlaku.
Ini
menunjukkan bahwa jazirah arab punya akses yang mudah baik ke barat maupun ke
timur. Bahkan ke utara maupun ke selatan, yaitu Syam di utara dan Yaman di
Selatan.
Dengan
demikian, ketika Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan diperintahkan
menyampaikannya kepada seluruh umat manusia, sangat terbantu dengan posisi
jazirah arabia yang memang sangat strategis dan tepat berada di pertemuan semua
peradaban.
Kita
tidak bisa membayangkan bila Islam diturunkan di wilayah kutub utara yang dingin
dan jauh dari mana-mana. Tentu akan sangat lambat sekali dikenal di berbagai
peradaban dunia.
Juga
tidak bisa kita bayangkan bila Islam diturunkan di kepulauan Irian yang jauh
dari peradaban manusia. Tentu Islam hingga hari ini masih mengalami kendala
dalam penyebaran.
Sebaliknya,
jazirah arabia itu memiliki akses jalan darat dan laut yang sama-sama
bermanfaat. Sehingga para dai Islam bisa menelusuri kedua jalur itu dengan
mudah.
Sehingga
di abad pertama hijriyah sekalipun, Islam sudah masuk ke berbagai pusat
peradaban dunia. Bahkan munurut Hamka, di abad itu Islam sudah sampai ke negeri
nusantara ini. Dan bahkan salah seorang shahabat yaitu Yazid bin Mu’awiyah ikut
dalam rombongan para dai itu ke negeri ini dengan menyamar.
3.
Kesucian Bangsa Arab
Stigma
yang selama ini terbentuk di benak tiap orang adalah bahwa orang arab di masa
Rasulullah SAW itu jahiliyah. Keterbelakangan teknologi dan ilmu pengetahuan
dianggap sebagai contoh untuk menjelaskan makna jahiliyah.
Padahal
yang dimaksud dengan jahiliyah sesungguhnya bukan ketertinggalan teknologi,
juga bukan kesederhanaan kehidupan suatu bangsa. Jahiliyah dalam pandangan
Quran adalah lawan dari Islam. Maka hukum jahiliyah adalah lawan dari hukum
Islam. Kosmetik jahiliyah adalah lawan dari kosmetik Islam. Semangat jahiliyah
adalah lawan dari semangat Islam.
Bangsa
Arab memang sedikit terbelakang secara teknologi dibandingkan peradaban lainnya
di masa yang sama. Mereka hidup di gurun pasir yang masih murni dengan
menghirup udara segar. Maka berbeda dengan moralitas maknawiyah bangsa lain
yang sudah semakin terkotori oleh budaya kota, maka bangsa Arab hidup dengan
kemurnian nilai kemanusiaan yang masih asli.
Maka
sifat jujur, amanah, saling menghormati dan keadilan adalah ciri mendasar dari
watak bangsa yang hidup dekat dengan alam. Sesuatu yang sulit didapat dari
bangsa lain yang hidup di tengah hiruk pikuk kota.
Sebagai
contoh mudah, bangsa Arab punya akhlaq mulia sebagai penerima tamu. Pelayanan
kepada seorang tamu yang meski belum dikenal merupakan bagian dari harga diri
seorang arab sejati. Pantang bagi mereka menyia-nyiakan tamu yang datang. Kalau
perlu semua persediaan makan yang mereka miliki pun diberikan kepada tamu.
Pantang bagi bangsa arab menolak permintaan orang yang kesusahan. Mereka sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang paling dasar.
Ketika
bangsa lain mengalami degradasi moral seperti minum khamar dan menyembah
berhala, bangsa Arab hanyalah menjadi korban interaksi dengan mereka. 360
berhala yang ada di sekeliling ka’bah tidak lain karena pengaruh interaksi
mereka dengan peradaban barat yang amat menggemari patung. Bahkan sebuah
berhala yang paling besar yaitu hubal, tidak lain merupakan sebuah patung yang
diimpor oleh bangsa Arab dari peradaban luar. Maka budaya paganisme yang ada di
arab tidak lain hanyalah pengaruh buruk yang diterima sebagai imbas dari
pergaulan mereka dengan budaya romawi, yunani dan yaman. Termasuk juga minum
khamar yang memabukkan, adalah budaya yang mereka import dari luar peradaban
mereka.
Namun
sifat jujur, amanah, terbuka dan menghormati sesama merupakan akhlaq dan watak
dasar yang tidak bisa hilang begitu saja. Dan watak dasar seperti ini
dibutuhkan untuk seorang dai, apalagi generasi dai pertama.
Mereka
tidak pernah merasa perlu untuk memutar balik ayat ALLAH sebagaimana Yahudi dan
Nasrani melakukannya. Sebab mereka punya nurani yang sangat bersih dari noda
kotor. Yang mereka lakukan adalah taat, tunduk dan patuh kepada apa yang ALLAH
perintahkan. Begitu cahaya iman masuk ke dalam dada yang masih bersih dan suci,
maka sinar itu membentuk proyeksi iman yang amal yang luar biasa. Berbeda
dengan bani Israil yang dadanya sesat dengan noda jahiliyah, tak satu pun ayat
turun kecuali ditolaknya. Dan tak satu pun Nabi yang datang kecuali
didustainya.
Bangsa
Arab tidak melakukan hal itu saat iman sudah masuk ke dalam dada. Maka ending
sirah nabawiyah adalah ending yang paling indah dibandingkan dengan Nabi
lainnya. Sebab pemandangannya adalah sebuah lembah di tanah Arafah di mana
ratusan ribu bangsa Arab berkumpul melakukan ibadah haji dan mendengarkan
khutbah seorang nabi terakhir. Sejarah Rasulullah berakhir dengan masuk
Islamnya semua bangsa Arab. Bandingkan dengan sejarah kristen yang berakhir
dengan terbunuhnya (diangkat) sang nabi. Atau yahudi yang berakhir dengan
pengingkaran atas ajaran nabinya.
Hanya
bangsa yang hatinya masih bersih saja yang mampu menjadi tiang pancang
peradaban manusia dan titik tolak penyebar agama terakhir ke seluruh penjuru
dunia.
4.
Faktor Bahasa
Sudah
menjadi ketetapan ALLAH SWT untuk mengirim Nabi dengan bahasa umatnya. Agar
tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi antara Nabi dan umatnya.
Namun
ketika semua Nabi telah terutus untuk semua elemen umat manusia, maka ALLAH SWT
menetapkan adanya Nabi terakhir yang diutus untuk seluruh umat manusia. Dan
kelebihannya adalah bahwa risalah yang dibawa Nabi tersebut akan tetap abadi
terus hingga selesainya kehidupan di muka bumi ini.
Untuk
itu diperlukan sebuah bahasa khusus yang bisa menampung informasi risalah
secara abadi. Sebab para pengamat sejarah bahasa sepakat bahwa tiap bahasa itu
punya masa eksis yang terbatas. Lewat dari masanya, maka bahasa itu tidak lagi
dikenal orang atau bahkan hilang dari sejarah sama sekali.
Maka
harus ada sebuah bahasa yang bersifat abadi dan tetap digunakan oleh sejumlah
besar umat manusia sepanjang masa. Bahasa itu ternyata oleh pakar bahasa adalah
bahasa Arab, sebagai satu-satunya bahasa yang pernah ada dimuka bumi yang sudah
berusia ribuan tahun dan hingga hari ini masih digunakan oleh sejumlah besar
umat manusia.
Dan
itulah rahasia mengapa Islam diturunkan di Arab dengan seorang Nabi yang
berbicara dalam bahasa Arab. Ternyata bahasa Arab itu adalah bahasa tertua di
dunia. Sejak zaman Nabi Ibrahim AS bahasa itu sudah digunakan. Bahkan sebagian
ulama berpendapat bahwa bahasa Arab adalah bahasa umat manusia yang pertama.
Logikanya
sederhana, karena ada sebuah hadits yang menyebutkan bahwa bahasa ahli syurga
adalah bahasa Arab. Dan asal-usul manusia juga dari syurga, yaitu Nabi Adam dan
isterinya Hawa yang keduanya pernah tinggal di syurga. Wajar bila keduanya
berbicara dengan bahasa ahli syurga. Ketika keduanya turun ke bumi, maka bahasa
kedua “alien” itu adalah bahasa Arab, sebagai bahasa tempat asal mereka. Dan
ketika mereka berdua beranak-pinak, sangat besar kemungkinannya mereka
mengajarkan bahasa syurga itu kepada nenek moyang manusia, yaitu bahasa arab.
Sebagai
bahasa yang tertua di dunia, wajarlah bila bahasa Arab memiliki jumlah kosa
kata yang paling besar. Para ahli bahasa pernah mengadakan penelitian yang
menyebutkan bahwa bahasa Arab memiliki sinonim yang paling banyak dalam
penyebutan nama-nama benda. Misalnya untuk seekor unta, orang arab punya
sekitar 800 kata yang identik dengan unta. Untuk kata yang identik dengan
anjing ada sekitar 100 kata.
Maka
tak ada satu pun bahasa di dunia ini yang bisa menyamai bahasa Arab dalam hal
kekayaan perbendaharaannya. Dan dengan bahasa yang lengkap dan abadi itu
pulalah agama Islam disampaikan dan Al-Quran diturunkan.
5.
Arab Adalah Negeri Tanpa Kemajuan Material Sebelumnya
Seandainya
sebelum turunnya Muhammad SAW bangsa Arab sudah maju dari sisi peradaban
materialis, maka bisa jadi orang akan menganggap bahwa Islam hanyalah berfungsi
pada sisi moral saja. Orang akan beranggapan bahwa peradaban Islam hanya
peradaban spritualis yang hanya mengacu kepada sisi ruhaniyah seseorang.
Namun
ketika Islam diturunkan di jazirah Arabia yang tidak punya peradaban materialis
lalu tiba-tiba berhasil membangun peradana materialis itu di seluruh dunia,
maka tahulah orang-orang bahwa Islam itu bukanlah makhluk sepotong-sepotong.
Mereka yakin bahwa Islam adalah sebuah ajaran yang multi dimensi. Islam
mengandung masalah materi dan rohani.
Ketika
sisi aqidah dan fikrah bangsa Arab sudah tertanam dengan Islam, ajaran Islam
kemudian mengajak mereka membangun peradaban materialis yang menakjubkan dalam
catatan sejarah manusia. Pusat-pusat peradaban berhasil dibangun bangsa-bangsa
yang masuk Islam dan menjadikan peradaban mereka semakin maju.
Logikanya,
bila di tanah gersang padang pasir itu bisa dibangun peradaban besar dengan
berbekal ajaran Islam, maka tentu membangun peradaban yang sudah ada bukan hal
sulit.