Ketika
Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, Abdurrahman bin Auf
dipersaudarakan dengan seorang sahabat Anshar yang berkecukupan secara materi,
yaitu Saad bin Rabi'.
Sebagai
seorang Muslim, Saad telah memiliki visi besar yang hendak diraihnya dalam
kehidupan dunia akhiratnya. Maka, atas dorongan imannya yang kuat dan penuh
keyakinan, Saad menawarkan separuh dari apa yang dimilikinya kepada Abdurrahman
bin Auf.
“Saya
memiliki dua rumah dan dua kebun. Jika engkau berkenan saudaraku, ambillah
separuh darinya. Saya juga punya dua orang istri, jika engkau berkenan silakan
lihat satu di antaranya. Niscaya aku akan menceraikannya untukmu,” demikian
tawaran Saad bin Rabi'.
Aneh
dan sangat mengejutkan, Abdurrahman bin Auf justru menolak semua permintaan
Saad bin Rabi' itu. Abdurrahman berkata kepada Saad bin Rabi', “Tidak
saudaraku, aku tidak membutuhkan semua itu. Semoga ALLAH memberikan keberkahan
bagi harta dan keluargamu. Tunjukkanlah kepadaku di mana pasar.”
Kisah
ini sangat mengagumkan. Bagaimana mungkin ada seorang manusia yang rela
memberikan separuh harta yang dimilikinya untuk saudara seimannya. Dan, lebih
mengagumkan lagi, bagaimana ada seorang manusia yang mendapat tawaran harta
lalu menolaknya dengan penuh kesantunan.
Berbeda
dengan saat ini, di mana sebagian orang yang kaya memiliih hidup kikir dan yang
miskin begitu bernafsu mendapatkan bantuan. Bahkan umumnya, manusia kini sibuk
berlomba-lomba mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Sebagian besar malah
tidak peduli lagi dengan cara mendapatkannya, halal atau haram, semuanya
disikat habis.
Sebagai
seorang Muslim, kisah antara Saad bin Rabi' dan Abdurrahman bin Auf sangat
layak dijadikan bahan renungan bagi kita semua, guna meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada ALLAH SWT. Keduanya sama sekali tidak terbelenggu oleh
kenikmatan harta dunia.
Sebagai
seorang Muslim yang memulai hidup baru, dengan hanya memiliki pakaian di badan,
Abdurrahman bin Auf memiliki etos kerja yang tangguh. Visinya untuk menjadi
seorang Muslim yang paling bermanfaat bagi perjuangan umat Islam,
mengantarkannya sebagai seorang pedagang sukses. Sampai akhirnya dia berhasil
menjadi konglomerat.
Tetapi,
karena visi ukhrawinya yang kuat, ia tidak terjebak pada kekayaan yang
digenggamnya. Ia berhasil keluar dari jebakan harta dunia yang telah
menenggelamkan Qarun dan menistakan Tsa'labah.
Seolah
tidak mau kalah dari Saad bin Rabi' yang begitu dermawan, ketika ia telah
menjadi seorang konglomerat, seluruh harta yang dimilikinya, sepenuhnya
disedekahkan untuk perjuangan dan kelangsungan hidup umat Islam. Bahkan,
Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan 700 ekor unta dan muatannya untuk umat
Islam. Suatu peristiwa istimewa yang tentu untuk hari ini sangat langka kita
menemukannya.
Siapa
yang lebih memilih mencintai harta dunia daripada mencintai ALLAH dan
Rasul-Nya, maka belumlah sempurna keimanannya. (QS Ali Imran [3]: 92). Padahal,
hanya dengan kesempurnaan iman visi seorang Muslim benar-benar akan merealita.
Yakni, menjadi manusia yang paling bermanfaat bagi yang lainnya.
“Dan
barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik” (Al Israa' 17:19)
Hidup
seorang yang beriman pada hakekatnya hanya untuk kebaikan, sebab kebaikan
bernilai positif bagi kemanusiaan dan ketuhanan. Dan Demikianlah daur kehidupan
orang yang beriman. ALLAH Berfirman: "Maka barang siapa mengerjakan
kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS.
Az-Zalzalah: 7)