Rasulullah
saw pernah menasehati seorang sahabat berusia muda (berumur sekitar 12 tahun)
yaitu Ibnu Umar ra. Rasulullah memegang pundaknya lalu bersabda, “Hiduplah
engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara” (HR
Bukhari)
Hidup
di dunia ini seperti orang asing (al ghorib). Orang asing bisa tinggal di
negeri yang asing baginya. Hidup di dunia ini seperti seorang pengembara
(‘abiru sabil) yang berjalan menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat
lembah-lembah, tempat-tempat yang berbahaya, melewati padang pasir tandus yang
menyengsarakan dan kondisi yang mengancam. Pengembara tidaklah tinggal kecuali
hanya sebentar.
Sense of Place:
Negeri
Asing & Medan Pengembara = Dunia (Transit)
Negeri
Tujuan = Akhirat
Dari
Ibnu Umar ra beliau berkata: Rasulullah saw pernah memegang kedua pundakku
seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir”.
Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya
pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya
sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati”
(HR Bukhari)
Hadits
ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi nasihat Nabi saw
kepada beliau. Hadits ini dapat menghidupkan hati karena di dalamnya terdapat
peringatan untuk menjauhkan diri dari tipuan dunia, masa muda, masa sehat, umur
dan sebagainya.
Ibnu
Umar berkata: [Rasulullah saw pernah memegang kedua pundakku]. Hal ini
menunjukkan perhatian yang besar pada beliau, dan saat itu umur beliau masih 12
tahun. Ibnu Umar berkata: [Beliau pernah memegang kedua pundakku]. Rosululloh
shollALLAHu ‘alaihi wa sallam bersabda: [Jadilah engkau di dunia seperti orang
asing atau penyeberang jalan]. Jika manusia mau memahami hadits ini maka di
dalamnya terkandung wasiat penting yang sesuai dengan realita. Sesungguhnya
manusia (Adam) memulai kehidupannya di surga kemudian diturunkan ke bumi ini
sebagai cobaan, maka manusia adalah seperti orang asing atau musafir dalam
kehidupannya. Kedatangan manusia di dunia (sebagai manusia) adalah seperti
datangnya orang asing. Padahal sebenarnya tempat tinggal Adam dan orang yang
mengikutinya dalam masalah keimanan, ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada ALLAH
adalah surga. Sesungguhnya Adam diusir dari surga adalah sebagai cobaan dan
balasan atas perbuatan maksiat yang dilakukannya. Jika engkau mau merenungkan
hal ini, maka engkau akan berkesimpulan bahwa seorang muslim yang hakiki akan
senantiasa mengingatkan nafsunya dan mendidiknya dengan prinsip bahwa
sesungguhnya tempat tinggalnya adalah di surga, bukan di dunia ini. Dia berada
pada tempat yang penuh cobaan di dunia ini, dia hanya seorang asing atau musafir
sebagaimana yang disabdakan oleh Al Musthofa shollALLAHu ‘alaihi wa sallam.
Betapa
indah perkataan Ibnu Qoyyim rohimahulloh ketika menyebutkan bahwa kerinduan,
kecintaan dan harapan seorang muslim kepada surga adalah karena surga merupakan
tempat tinggalnya semula. Seorang muslim sekarang adalah tawanan musuh-musuhnya
dan diusir dari negeri asalnya karena iblis telah menawan bapak kita, Adam
‘alaihissalam dan dia melihat, apakah dia akan dikembalikan ke tempat asalnya
atau tidak. Oleh karena itu, alangkah bagusnya perkataan seorang penyair:
Palingkan
hatimu pada apa saja yang kau cintai
Tidaklah
kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu
Yaitu
Allah jalla wa ‘ala
Berapa
banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati seseorang
Dan
selamanya kerinduannya hanya pada tempat tinggalnya yang semula yaitu surga
Demikianlah,
hal ini menjadikan hati senantiasa bertaubat dan tawadhu kepada ALLAH jalla wa
‘ala. Yaitu orang yang hati mereka senantiasa bergantung pada ALLAH, baik dalam
kecintaan, harapan, rasa cemas, dan ketaatan. Hati mereka pun selalu terkait
dengan negeri yang penuh dengan kemuliaan yaitu surga. Mereka mengetahui surga
tersebut seakan-akan berada di depan mata mereka. Mereka berada di dunia
seperti orang asing atau musafir. Orang yang berada pada kondisi seakan-akan
mereka adalah orang asing atau musafir tidak akan merasa senang dengan
kondisinya sekarang. Karena orang asing tidak akan merasa senang kecuali
setelah berada di tengah-tengah keluarganya. Sedangkan musafir akan senantiasa
mempercepat perjalanan agar urusannya segera selesai.
Demikianlah
hakikat dunia. Nabi Adam telah menjalani masa hidupnya. Kemudian disusul oleh
Nabi Nuh yang hidup selama 1000 tahun dan berdakwah pada kaumnya selama 950
tahun,
“Maka
ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun” (QS Al
Ankabut: 14)
Kemudian
zaman beliau selesai dan telah berlalu. Kemudian ada lagi sebuah kaum yang
hidup selama beberapa ratus tahun kemudian zaman mereka berlalu. Kemudian
setelah mereka, ada lagi kaum yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 40 tahun
50 tahun dan seterusnya.
Hakikat
mereka adalah seperti orang asing atau musafir. Mereka datang ke dunia kemudian
mereka pergi meninggalkannya. Kematian akan menimpa setiap orang. Oleh karena
itu setiap orang wajib untuk memberikan perhatian pada dirinya. Musibah
terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini, kelalaian
tentang hakikat dunia yang sebenarnya. Jika ALLAH memberi nikmat padamu
sehingga engkau bisa memahami hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang
asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara
dan tidak kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat. Adapun jika engkau lalai
tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hatimu. Semoga ALLAH
menyadarkan kita semua dari segala bentuk kelalaian.
Kemudian
Ibnu Umar rodhiallahu ‘anhuma melanjutkan dengan berwasiat,
“Jika
engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau
berada pada pagi hari jangan menunggu datangnya sore”
Yaitu
hendaklah Anda senantiasa waspada dengan kematian yang datang secara tiba-tiba.
Hendaklah Anda senantiasa siap dengan datangnya kematian. Disebutkan dari para
ulama salaf dan ulama hadits bahwa jika seseorang diberi tahu bahwa kematian
akan datang kepadanya malam ini, maka belum tentu dia dapat menambah amal
kebaikannya.
Jika
seseorang diberi tahu bahwa kematian akan datang kepadanya malam ini, maka
belum tentu dia dapat menambah amal kebaikannya. Hal ini dapat terjadi dengan
senantiasa mengingat hak ALLAH. Jika dia beribadah, maka dia telah menunaikan
hak ALLAH dan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Robbnya. Jika dia memberi
nafkah pada keluarganya, maka dia melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan
syariat. Jika dia berjual beli, maka dia akan melakukan dengan ikhlas dan
senantiasa berharap untuk mendapatkan rezeki yang halal. Demikianlah, setiap
kegiatan yang dia lakukan, senantiasa dilandasi oleh ilmu. Ini adalah keutamaan
orang yang memiliki ilmu, jika mereka bertindak dan berbuat sesuatu maka dia
akan senantiasa melandasinya dengan hukum syariat. Jika mereka berbuat dosa dan
kesalahan, maka dengan segera mereka akan memohon ampunan. Maka dia akan
seperti orang yang tidak berdosa setelah beristigfar. Ini adalah kedudukan
mereka. Oleh karena itu Ibnu Umar ra mengatakan:
“Pergunakanlah
masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR Bukhari)