Keutamaan Tauhid


Hidup di dunia hanya punya satu tujuan luhur, yaitu mengabdi (beribadah) hanya kepada ALLAH (Tauhidullah).

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (AlQur’an | Adz-Dzariyat [51] : 56)

Sesungguhnya Aku ini adalah ALLAH, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (AlQur’an | Thaahaa [20] : 14)

Sehingga apapun aktivitas kita, hendaknya bernilai ibadah di sisi ALLAH.

Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk ALLAH, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya” (AlQur’an | Al-An’am [6] : 162-163)

Akidah tauhid harus dimaknai secara komprehensif dan menjadi komitmen teologis Muslim sebagaimana tercermin dalam Iyyaka na’budu wa iyyaka nas’ta’in (Hanya kepada Engkau kami beribadah, dan hanya kepada Engkau pula kami memohon pertolongan). Komitmen mendasar bahwa Muslim tidak boleh melakukan perselingkuhan teologis (syirik).

Hidupku kupersembahkan kepada: “(Tuhan Semesta Alam, yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,  dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat" (AlQur’an | Asy Syu'araa' [26] : 78-82)

Sesungguhnya puncak tujuan agama yang paling hakiki dan tujuan penciptaan jin dan manusia, serta tujuan diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab suci adalah peribadatan kepada ALLAH (Tauhid), serta pemurnian agama hanya untuk-Nya.

“Aliif Laam Raa. (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (ALLAH) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian tidak beribadah kecuali kepada ALLAH. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya” (AlQur’an | Huud [11] : 1-2)

Pendidikan manusia berbasis kehambaan (ALLAH tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Nya) adalah formula terbaik agar manusia berakhlak mulia, rendah hati, santun, lemah lembut, dsb.

Begitu agung nilai tauhid dalam kehidupan manusia, sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjuang dengan sekuat tenaga, menjaga dan menutup semua pintu yang dapat merusak tauhid pada umatnya. Bahkan, hingga saat-saat Beliau di atas ranjang kematian, tak henti-hentinya Beliau mengingatkan perkara tauhid ini.

 Tauhid = Basic Belief
Setiap peradaban di muka bumi ini memiliki ‘keyakinan dasar’ (basic belief) yang kemudian berakumulasi menjadi pandangan dunia (worldview). Worldview inilah yang menjadi cara setiap orang memahami kehidupan dalam semua hal termasuk politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pandangan yang bersifat keilmuan.

Islam merupakan sebuah peradaban dengan basic belief yang disebut ‘Tauhid’, yakni keyakinan bahwa ALLAH sebagai satu-satunya Tuhan yang tidak bersekutu, yang merupakan sumber dari segala sesuatu dan paling berhak untuk diagungkan. Keyakinan ini menjadi pandangan hidup yang melihat kehidupan dalam prinsip kesatuan, serta menerima nilai final yang bersumber dari wahyu.

 Tauhid (Oneness of God)

"Katakanlah: Dia-lah ALLAH, Yang Maha Esa" (Al Quran | Al Ikhlash:1)

Seorang manusia adalah satu, tapi terdiri dari unsur-unsur (seperti mata, kulit, rambut, tulang, unsur air [airmata, keringat, darah], dll)..
Berarti manusia butuh unsur lain agar bisa disebut sebagai seorang manusia..
Dan, semua makhluk hidup juga saling membutuhkan unsur lain..
Manusia membutuhkan oksigen dari tumbuhan, dan tumbuhan membutuhkan CO2 dari manusia..
Manusia membutuhkan unsur air untuk diminum, juga membutuhkan unsur hewan dan tumbuhan untuk dimakan..

ALLAH adalah Satu (Maha Esa), tapi tidak terdiri dari unsur-unsur..
Karena begitu dia terdiri lebih dari satu unsur, berarti dia membutuhkan unsur lain..
Kita tidak bisa membayangkan dalam pikiran kita bahwa dia itu butuh..
Karena begitu dia butuh, berarti dia bukanlah Tuhan..

Manusia makan dan minum, karena tanpa itu manusia akan mati..
Manusia kawin (suami istri) dan punya anak, karena tanpa itu manusia akan punah..
ALLAH tidak makan dan minum, bukan karena ketidakmampuan ALLAH untuk makan minum, tapi justru menunjukkan ke-Agung-an ALLAH, meskipun tanpa makan dan minum ALLAH tidak akan mati..

ALLAH tidak punya anak, bukan berarti karena ketidakmampuan ALLAH untuk mempunyai anak, tapi justru tanpa anakpun ALLAH tidak akan punah..
Jika seandainya Tuhan makan dan minum, kawin serta punya anak, lantas apa bedanya dengan manusia?

“ALLAH tidak beranak dan tidak pula diperanakkan” (AlQuran | Al Ikhlash:3)
"Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan ALLAH" (AlQuran | Al Ikhlash:3)
"Tidak ada satupun yang menyerupai ALLAH" (AlQuran | As-Syura:11)

Makan dan minum juga memasukkan unsur lain berupa makanan dan minuman ke dalam tubuh manusia..
Berarti ALLAH tidak makan dan minum, karena ALLAH tidak butuh unsur lain..

Manusia membutuhkan istri dan anak dari jenis unsur lain yang serupa/setara/sama..
ALLAH tidak butuh istri dan anak, karena ALLAH tidak butuh unsur lain, apalagi yang serupa/sama..
Berarti ALLAH tidak memiliki istri dan anak, jadi tidak ada yang serupa/setara/sama dengan-Nya (Maha Esa)

ALLAH Maha Esa dalam Dzat-Nya..tidak terdiri dari unsur-unsur dan tidak butuh unsur lain

Dan, inilah yang paling utama dibutuhkan manusia dalam hidupnya: manusia butuh ALLAH..
Ini juga akan melahirkan keesaan beribadah manusia kepada ALLAH.. Jangan sampai dalam beribadah terlibat sesuatu selain ALLAH

"ALLAH adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu" (Al Quran | Al Ikhlash:2)