Dulu dalam acara-acara talkshow motivasi, saya sering dihadapkan pada banyak peserta yang hadir untuk memberikan inspirasi kesuksesan.
Sampai suatu ketika hadir seorang professor wanita yang berusia lanjut. Sang ibu professor menyampaikan satu ungkapan bahwa bagi ia sendiri di usia tua nya sudah tidak lagi membutuhkan masa depan. Bagi nya kesuksesan nya dulu hanya lah bagian dari masa lalu, hilang begitu saja dihapus oleh waktu.
Saya mendapat pelajaran berharga dari seorang ibu professor tua itu, bahwa bagi seorang professor sekalipun, pada usia senja titel akademis sudah bukan hal yang patut dibanggakan lagi. Semua sudah berakhir masa nya.
Saya suka mengamati kehidupan orang-orang sukses. Dari mereka saya belajar tentang makna akhir dari tujuan kehidupan ini yang justru menyadarkan diri saya sekaligus memfokuskan navigasi hati: "Kemana sesungguhnya tujuan akhir hidup ini?"
Saya sering mengamati orang-orang hebat di masa muda nya, lalu membandingkan di masa tua nya. Mereka seringkali mengatakan: "Saya dulu begini.." atau "Saya dulu pernah menjadi ini dan menjadi itu.."
Tapi sehebat apa pun seseorang jika sudah berusia lanjut, tak lagi dihargai dan dihormati sebagaimana masa muda nya dulu, masa jaya nya. Fisik nya melemah, kata-kata nya tak lagi didengarkan, pengaruh nya sudah tak lagi diperhitungkan.
Padahal dulu nya sering mengendarai mobil, sekarang duduk lemah di atas kursi roda.
Kemarin yang sering sibuk dengan gadget, sekarang gemetaran memegang tasbih.
Dahulu yang sering mengenakan parfum branded, kini berganti bau minyak angin dan minyak urut.
Apakah pada usia melemah itu kita baru akan mendekati ALLAH? Apakah dalam kondisi uzur itu kita baru akan merangkak menuju masjid? Apakah dengan keadaan gemetaran, kita baru akan memegang tasbih dan menyentuh AlQur'an?
Usia manusia sangat terbatas dan hidup ini sangat singkat. Lantas, apakah urusan akhirat hanya disisakan di penghujung usia? Apakah hidup hanya untuk bekerja, bekerja, mengejar dunia, mengejar pangkat dan jabatan semata? Mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya?
Jika hidup hanya dihabiskan untuk kerja, kerja, kerja dan kerja, lantas apakah sesudah kematian kita akan istirahat begitu saja?
Ternyata tidak, hidup di dunia ini hanya fase singkat untuk melanjutkan fase panjang berikutnya: sakratul maut, tanya jawab di alam kubur, hiburan atau siksaan alam kubur, kebangkitan dari alam kubur, hisab di padang mahsyar, mizan timbangan amal, melewati jembatan shiratal mustaqim hingga penentuan syurga atau neraka..
Saat ini kita lagi menanti giliran daftar tunggu saja kan dalam antrian kematian untuk menuju fase panjang selanjutnya?
Disebutkan bahwa orang-orang yang sudah terbaring di alam kubur, jika mereka bisa dikembalikan lagi ke dunia maka permintaan mereka hanya ingin bisa melaksanakan shalat dua rakaat yang nilai nya lebih baik dari seisi dunia.
Jadi, yang paling penting untuk diingat bahwa kita akan pulang menuju ke alam keabadian, tentu kita tidak akan menyia-nyiakan shalat, berzikir, membaca AlQur'an, beramal baik dan ibadah lain nya bukan?