Konsep Pendidikan Islam



Pendekatan pendidikan Islam yang diajukan oleh pakar pendidikan disimpulkan dalam First World Conference on Muslim Education yang diadakan di Mekkah pada tahun 1977:

“Tujuan daripada pendidikan (Islam) adalah menciptakan ‘manusia yang baik dan bertakwa’ yang menyembah ALLAH dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syariah Islam serta melaksanakan segenap aktifitas kesehariannya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan”.

Khan (1986) mendefinisikan maksud dan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:

A. Memberikan pengajaran AlQur’an sebagai langkah pertama pendidikan.

B. Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang terwujud dalam AlQur’an dan Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran ini bersifat abadi.

C. Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat.

D. Menanamkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang.

E. Menciptakan generasi muda yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan.

F. Mengembangkan manusia Islami yang berkualitas tinggi yang diakui secara universal.

Jadi jelaslah bahwa pendidikan Islam adalah menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap Muslim terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji. Sehingga diharapkan akan bermunculan “anak-anak muda enerjik yang berotak jerman dan berhati Mekkah”.

Kata-kata senada dan lebih komprehensif diungkapkan oleh Al Faruqi (1987) pendiri International Institute of Islamic Thought, Amerika Serikat, dalam upayanya mengislamkan ilmu pengetahuan.

Di sini perlu ditekankan bahwa konsep pendidikan Islam adalah ‘long life education’ atau dalam bahasa Hadits Nabi “sejak dari pangkuan ibu sampai ke liang lahat” (from the cradle to the grave).

Ini berarti pada tahap-tahap awal, peran orang tua terutama ibu amatlah krusial dan sangat menentukan mengingat pada usia inilah pendidik, dalam hal ini ibu memegang peran penting dalam menanamkan nilai-nilai keislaman kepada anak.

Ibu Dari Ulama Sufyan ats Tsaury

Sufyan ats Tsaury adalah tokoh besar tabi’ at tabi’in. Ia seorang fakih yang disebut dengan amirul mukminin fil hadits (pemimpin umat Islam dalam hadits Nabi). Di balik ulama besar generasi ketiga ini, ada seorang ibu yang cerdas berilmu dan shalihah. Ibu yang mendidik dan menginfakkan waktu untuk membimbingnya.

Sufyan mengisahkan, “Saat aku berencana serius belajar, aku bergumam, ‘Ya Rabb, aku harus punya penghasilan (untuk modal belajar)’. Sementara kulihat ilmu itu pergi dan menghilang. Apakah kuurungkan saja keinginan belajar. Aku memohon kepada ALLAH agar Dia (Yang Maha Pemberi rezeki) mencukupiku”. Beliau merasa bimbang jika menuntut ilmu, maka butuh modal dan bekal. Jika mencari modal dan bekal tidak bisa fokus belajar. Karena ilmu itu mudah pergi dan menghilang. Datanglah pertolongan ALLAH melalui ibunya. Ibunya berkata, “Wahai Sufyan anakku, belajarlah.. aku yang akan menanggungmu dengan usaha memintalku”.

Ibunya menyemangati, menasihati, dan mewasiatinya agar semangat menggapai pengetahuan. Di antara ucapan ibunya adalah “Anakku, jika engkau menulis 10 huruf, lihatlah! Apakah kau jumpai dalam dirimu bertambah rasa takutmu (kepada ALLAH), kelemah-lembutanmu, dan ketenanganmu? Jika tidak kau dapati hal itu, ketahuilah ilmu yang kau catat berakibat buruk bagimu. Ia tidak bermanfaat untukmu”.