Menangis adalah mengungkapkan kelembutan hati
untuk menerima petunjuk Tuhan.
Menangis dianjurkan Nabi untuk melembutkan
hati.
Rasulullah dengan mudah menangis, karena hati
Beliau sudah sangat lembut.
’Aisyah ra bercerita tentang peristiwa yang
disebutnya sebagai “yang paling mempesona dari kehidupan Nabi”. Nabi bangun
tengah malam, mengambil wudhu, melakukan shalat malam. Baru saja ia sampai pada
bacaan AlQur’an, ia terisak-isak. Ia menangis sepanjang shalatnya, sehingga
’Aisyah melaporkan. “Ia menangis sampai janggutnya basah oleh air matanya.
Rasulullah saw menangis saat mendengarkan
bacaan AlQur'an.
Rasulullah saw bersabda kepada sahabat
'Abdullah bin Mas'ud ra: "Bacakanlah AlQur'an untukku!". Ibnu Mas'ud
menjawab: "Bagaimana aku akan membacakan AlQur'an untukmu, padahal
AlQur’an diturunkan kepadamu?". Rasulullah SAW menjawab: "Bacalah
AlQur'an, karena sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari selainku".
Ibnu Mas'ud ra pun membaca permulaan surat An Nisaa' sampai pada firmanNya:
Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan
seorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad)
sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)? (QS An Nisaa': 41). Maka
Rasulullah saw bersabda: "Cukuplah bacaanmu sampai disini!" Ketika
kulihat, ternyata kedua mata beliau mencucurkan air matanya. (HR Bukhari dan
Muslim)
Rasulullah saw menangis semalaman menerima
wahyu ilmu pengetahuan. Tidak pernah Rasulullah saw menangis sehebat itu.
Bahkan ketika kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya. Ataupun ketika
beliau mengalami tekanan-tekanan yang sangat berat dari kaum kafir yang
menentangnya. Tangisan Rasulullah yang berlangsung semalaman terjadi sesaat
setelah beliau menerima wahyu dari Allah, Sang Maha Berilmu, sebagaimana disebut
dalam QS Ali Imran : 190-191 yang artinya:
“Sesungguhnya didalam penciptaan langit dan
bumi dan pergantian siang dan malam hari terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah
bagi (orang yang disebut) Ulil Albab. Yaitu orang-orang yang selalu ingat
kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring dan ia selalu berpikir
tentang penciptaan langit dan bumi. Kemudian dia mengatakan : Ya Tuhanku tidak
ada yang sia-sia segala yang kau ciptakan ini. Maha suci Engkau,maka
hindarkanlah kami dari siksa api neraka”
Di ceritakan, suatu ketika Bilal seperti biasa
mengumandangkan adzan shubuh. Biasanya sebelum adzan selesai, Rasulullah sudah
berada didalam masjid untuk kemudian memimpin shalat berjamaah bersama para
sahabat, Namun tidak seperti biasanya, Rasulullah belum hadir meskipun bilal
sudah menyelesaikan kalimat terakhir adzannya. Ditunggu beberapa saat oleh
Bilal dan para sahabatnya, Rasulullah juga tidak muncul di masjid. Akhirnya,
karena kawatir terjadi sesuatu, maka Bilal pun memutuskan menjemput Nabi, yang
rumahnya bersebelahan dengan masjid tersebut. Pintu bilik rumah Nabi
diketuk-ketuk oleh Bilal sambil mengucapkan salam. Tidak langsung ada jawaban
dari dalam bilik. Namun sejurus kemudian mempersilakan Bilal masuk. Apakah yang
dilihat Bilal? Ia melihat Nabi dalam keadaan yang sangat mengharukan, air mata
berlinangan di pipi beliau. Matanya sembab menunjukkan betapa beliau telah
menangis cukup lama semalaman. Karena kawatir melihat kondisi Nabi, maka Bilal
pun bertanya kepada Beliau, ”Ada apakah gerangan sehingga rasulullah menangis
seperti itu. Apakah Nabi sakit. Atau Nabi ditegur oleh Allah. Ataukah ada
kejadian hebat lainnya?” Maka Rasulullah menjawab bahwa Beliau semalam telah
menerima wahyu dari Allah QS ali imran 190-191.
Tangisan Beliau saw muncul dari dalam hati
yang dipenuhi dengan rasa takut kepada Allah dan dari dalam jiwa yang dipenuhi
oleh kecintaan kepada Allah, sehingga air matanya seakan-akan berbicara sendiri
kepada manusia dan tangisannya jauh lebih berkesan dan lebih menyentuh
ketimbang nasehat yang dilakukan oleh siapapun dan lebih fasih ketimbang semua
kalimat yang diungkapkan oleh siapapun.
Sesungguhnya para sahabat sering melihat
Beliau diatas mimbar, sedang air matanya mengucur deras, isakannya terdengar
keras dan dari dadanya terdengar suara gemuruh karena tangisannya. Pada saat
itu juga seluruh mesjid dipenuhi dengan tangisan dan air mata.
'Abdullah bin Syikhkhir ra telah meriwayatkan
dalam sebuah hadits shahih: "Aku masuk menemui Rasulullah saw yang saat
itu sedang shalat, sedang dari dalam dadanya terdengar suara gemuruh seperti
gemuruh panci saat mendidih karena suara tangisannya"
Ketika Beliau menangis, terkadang diiringi
gemuruh dalam dada beliau, yang diibaratkan bagai suara air yang mendidih. Ini
terjadi khususnya ketika Beliau sedang menghidupkan malam dengan shalat-shalat
panjangnya, kekhusyukan yang mengharukan jiwa.
Beliau sebagai hamba yang paling dicintai
Allah tidak hanya menangis di tempat yang sepi pada malam hari saja, akan
tetapi Beliau terkadang menangis juga di ruang terbuka dan didengar oleh para
sahabat, hingga membuat mereka menangis karena terbawa tangisan Beliau.
Selain mengungkapkan kelembutan hati, tangisan
juga menunjukkan kasih sayang pada sesama manusia, belas kasihan dan kepekaan
pada penderitaan orang lain serta kepedulian pada kemanusiaan.
Ketika Sa’ad bin Mu’adz al-Anshari
memperlihatkan tangannya yang melepuh karena memecah batu sebagai mata
pencahariannya, Rasulullah saw meneteskan air mata. Ia mengambil tangan kasar
itu dan menciumnya, seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah
disentuh api neraka.” Rasulullah saw menangis karena kepekaannya kepada
penderitaan orang-orang kecil.
Terkadang tangisan Rasulullah saw sebagai
bentuk ungkapan kasih sayang terhadap orang yang meninggal atau pula sebagai
ungkapan rasa kekhawatiran dan belas kasih terhadap umatnya dan kadang karena
rasa takut kepada Allah atau ketika mendengar Al-Qur'an. Yang seperti itu
adalah tangisan yang timbul dari rasa rindu, cinta dan pengagungan bercampur
rasa takut kepada Allah.
Rasulullah adalah manusia yang paling empati, paling mudah menangis
melihat penderitaan orang lain.
Suatu hari seorang sahabat memberitahukan
Rasulullah bahwa ada seorang sahabat lain yang anaknya sedang menghadapi
"sakaratul maut". Rasulullah datang dan memangku anak itu. Dalam
pangkuannya, anak itu bergetar menggigil karena demam yang parah. Rasulullah
meneteskan air matanya. Seorang sahabat menegur Rasulullah. Ia tidak mengerti
mengapa Rasulullah menangis padahal anak itu anak orang lain. Rasulullah
menangis karena ia merasakan penderitaan anak itu.
Sesungguhnya Rasulullah saw adalah orang yang
selalu basah kelopak matanya, cepat lagi pemurah air matanya, lembut hatinya,
sangat peka perasaannya dan sangat penyayang.
Air mata Beliau keluar dengan tulus dan suci
serta suara isakannya terdengar penuh dengan rasa khusyu' dan taat.
Tangisannya meninggalkan bekas pendidikan yang
mendalam dihati para sahabat yang menggugah mereka untuk mengikuti jejaknya
dengan baik, lebih dari pengaruh yang ditinggalkan oleh khutbah yang fasih dan
nasehat manapun yang menyentuh.
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw menyuruh
manusia untuk berangkat berperang bersamanya. Kemudian datanglah sekumpulan
shahabat yang mereka itu kurang mampu. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah
angkutlah kami bersamamu!” Tapi Beliau menjawab, “Demi Allah, aku tidak
mendapati kendaraan untuk mengangkut kalian.” Mendengar itu mereka berlalu
seraya menangis. Berlalu seraya menangis! Terasa berat bagi mereka untuk duduk
meninggalkan jihad. Mereka tidak memiliki dana dan kendaraan. Mereka menangis
karena tidak mampu ikut berjihad dan mencari syahadah (kematian sebagai
syahid).
Menangis merupakan bukti yang menunjukkan
ketaqwaan hati, ketinggian jiwa, kesucian hati dan kelembutan perasaan.
Allah memuji Rasul-RasulNya yang suka menangis
: “Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka
mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis” (QS Maryam : 58)
Allah SWT menggambarkan sifat
kekasih-kekasihNya yang shalih: “Dan mereka menyungkurkan muka mereka sambil
menangis dan mereka bertambah khusyu'” (QS Al Israa' : 109)