Mengapa Sunni (Ahlus sunnah wal jamaah/Aswaja) muncul?



Sejarah Sunni (Ahlus sunnah wal jamaah/Aswaja) dimulai ketika ricuhnya perpolitikan yang mengatasnamakan Islam. Nabi Muhammad wafat sebelum menunjuk pengganti. Oleh karena itu, terjadi konflik tentang siapa yang paling pantas menggantikan beliau sebagai khalifah. Setelah ketegangan dan tarik-ulur selama dua hari sehingga menunda pemakaman jasad Nabi Muhammad, ditunjuklah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Penunjukan ini tidak memuaskan beberapa kalangan. Bahkan, kalangan yang mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih sah menjadi khalifah kemudian memisahkan diri dan membentuk Syiah.

Sementara itu, golongan yang lebih umum, kemudian disebut Sunni. Golongan ini hingga saat ini terbagi dalam empat mahzab berbeda. Yang perlu dicatat, empat mahzab tersebut tidak menandakan perpecahan. Perbedaan empat mahzab hanya terletak pada masalah-masalah yang bersifat “abu-abu”, tidak diterangkan secara jelas oleh Al-Quran atau hadits seiring dengan kemajuan zaman dan kompleksitas hidup muslim.

Empat Imam utama Sunni yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal. Mereka sama-sama mengambil ijtihad (upaya) dalam menyelesaikan masalah yang bersifat “abu-abu” tersebut.
         
Adapun empa mahzab Sunni adalah sebagai berikut:

1. Mahzab Hanafi
Mahzab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Mahzab ini diikuti oleh 45% muslim dunia; jumlah yang paling besar di dunia. Penganut mahzab Hanafi kebanyakan terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah. India, Libanon, dan Pakistan termasuk negara-negara yang berkiblat pada Imam Abu Hanifah.

2. Mahzab Syafi’i
Mahzab ini didirikan oleh Imam Syafi’i. Jumlah pengikutnya mencapai 28% muslim dunia. Umat Islam negara kita, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya (Malaysia, Brunei, Thailand, Singapura) berbasis pada mahzab ini.

3. Mahzab Maliki
Mahzab ini didirikan oleh Imam Malik. Penganutnya tersebar luas di daerah Afrika Barat dan Utara. Jumlah pengikutnya mencapai 20% muslim.

4. Mahzab Hambali
Mahzab ini digagas oleh murid Imam Ahmad bin Hambal. Meskipun hanya dianut oleh 5% muslim dunia, mahzab inilah yang dipegang oleh negara Arab Saudi. Yang menarik, Arab Saudi yang didirikan oleh Klan Saud termasuk dalam negara yang juga berpegang teguh pada sikap eksklusif Wahhabiyah, yang kadang dikaitkan dengan “terorisme Islam”.

Dengan mengikuti Mazhab Syafi’ie, bukan berarti kita tidak mengikuti Al Qur’an dan Hadits.
Justru kita mengikuti Al Qur’an dan Hadits dengan pemahaman seorang Ulama yang Faqih. Imam Syafi’ie hafal Al Qur’an di usia 7 tahun dan hafal Kitab Hadits Al Muwaththo umur 10 tahun. Beliau menguasai jutaan hadits dan melihat praktek ibadah langsung dari para Ulama Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in.

Saat kita berusaha menggali hukum langsung dari Al Qur’an dan Hadits, itu kita bertindak seperti para Imam Mazhab. Bedanya kita tidak hafal Al Qur’an. Juz Amma saja belum tentu hafal. Kita berarti berusaha membuat Mazhab kita sendiri. Berapa banyak aliran sesat yg slogannya kembali kepada Al Qur’an dan Hadits ternyata sesat karena pemahamannya juga sesat.

Makanya ALLAH menyuruh kita bertanya kepada Ulama. Bukan cuma membaca Al Qur’an dan Hadits secara langsung:

Firman ALLAH:
“Bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui” [An Nahl 43]

ALLAH meninggikan ulama dibanding orang2 awam. Pemahaman Ulama terhadap Al Qur’an dan Hadits atau masalah, itu lebih baik daripada pemahaman orang-orang awam:

”ALLAH akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, ALLAH Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakALLAH yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).

“Sesungguhnya yang takut kepada ALLAH di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (TQS.Fathir [35]: 28)

“Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Az-Zumar:9)

“ALLAH akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Al-Mujadilah:11)

ALLAH juga menyatakan bahwa hanya dengan ilmu orang bisa memahami perumpamaan yang diberikan ALLAH untuk manusia.
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al ‘Ankabut:43)

ALLAH juga menegaskan hanya dengan ilmulah orang bisa mendapat petunjuk Al Qur’an.
“Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat2 yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (Al Ankabut:49)

Apakah Mazhab selain Syafi’ie sesat? Tidak. Meski berbeda-beda, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sepakat bahwa 4 Mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi’ie, dan Hambali itu semuanya lurus. Tidak ada yang sesat.

Lalu kenapa kita tidak pelajari saja semuanya? Masalahnya 1 Mazhab saja Kitabnya amat tebal. Ringkasan Kitab Al Umm saja ada 800 halaman lebih. Aslinya bisa ribuan halaman. Kalau kita pelajari semua Mazhab, bisa puluhan ribu halaman yang harus kita baca. Sanggup tidak? Mempelajari 1 Kitab Al Umm saja sulit sekali, apalagi harus 4 Mazhab sekaligus. Itulah sebabnya Aswaja hanya memilih 1 dari 4 Mazhab. Selain lebih mudah mempelajarinya juga agar konsisten. Sebab metodologi masing2 Imam berbeda2.

Semua Imam Mazhab tersebut mengikuti Al Qur’an dan Hadits. Bahkan mereka melihat langsung praktek ibadah dari anak-anak dan cucu-cucu sahabat Nabi serta ngobrol dengan mereka. Ini yang kita sekarang tidak kita miliki!

Kenapa para Imam Mazhab berbeda-beda pendapat padahal sama-sama mengikuti Al Qur’an dan Hadits? Ini karena beda penafsiran.

Contoh tafsiran (Menyentuh Perempuan) pada surat Al Maa-idah 6:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. ALLAH tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. ” [Al Maa-idah 6]

Dari kata menyentuh perempuan di atas dan hadits di bawah:
Abdullah bin Umar RA berkata: “Seorang laki-laki mencium isterinya dan (menyentuhnya) dengan tangannya  termasuk (menyentuh), dan barang siapa yang mencium istrinya atau menyentuh dengan tangannya maka wajib baginya berwudhu” (HR Malik dalam Muwattha’ dengan sanad shahih)

Imam Syafi’ie berpendapat bahwa menyentuh perempuan batal wudhu-nya.

Ada pun Imam Malik dan Imam Hambali berpendapat tidak batal kalau tidak dengan nafsu syahwat. Kalau dengan nafsu, baru batal. Dalilnya:
Aisyah RA berkata: “Dahulu aku tidur di depan Rasulullah SAW dan kedua kakiku ada di arah qiblatnya, dan bila sujud beliau menyentuhku”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Hanafi berpendapat kalau Jima’/Bersetubuh, baru batal dengan anggapan bahwa menyentuh perempuan tersebut adalah kiasan karena Al Qur’an biasanya memakai kata-kata yang halus.

Semua mengacu kepada Al Qur’an dan Hadits. Namun penafsirannya beda. Perbedaan jadi rahmat karena mereka saling menghormati. Sehingga hidup rukun dan damai.

Adapun kelompok ekstrim yang mengatakan perbedaan adalah laknat dan berusaha menyeragamkan pendapat, akhirnya justru berpecah belah. Dalam kelompok Wahabi misalnya ada kelompok Sururi, Ahli Turots, Hizbi, Quthbi, Salafi, dsb yang saling mengkafirkan satu sama lain. Kata-kata kotor dilontarkan terhadap sesama oleh “ulama” mereka. Perbedaan jadi laknat bagi mereka karena mereka tidak mengenal adanya hal-hal Khilafiyyah dan Furu’iyyah dalam Islam.